18 Januari 2011

WALET DAN BERBAGAI PENGALAMAN BUDIDAYANYA

Ini pengalaman H Achmad Fatich Marzuki sebelum 2009. Peternak walet di Gresik itu harus bersabar selama 2 tahun hi ngga sirip-sirip di rumah walet barunya ditempeli liur emas. Namun kini setelah memakai stempel sarang, cukup 1 - 2 bulan untuk memikat walet bersarang.
Sejak setahun lalu Fatich memang getol menggunakan stempel sarang di rumah walet baru maupun rumah walet lama yang kurang produktif. ”Stempel sangat efektif memancing walet bersarang,” katanya. Prinsip kerja stempel ini mirip stempel biasa, tetapi cairan stempel bukan tinta melainkan cairan dari remukan sarang walet. Cairan yang dilarutkan memakai pelarut tertentu itu agak bening dan kental.
Bentuk stempel dibuat mirip bekas sarang walet yang habis dipanen dengan ukuran panjang 12 cm dan lebar 5 cm. Selanjutnya stempel berbahan kayu dan beralas busa padat itu dicapkan pada sirip-sirip. Nantinya Collocalia fuciphaga itu akan mengira tempat itu pernah digunakan sebagai tempat bersarang temantemannya.
Menurut pengamatan pria 66 tahun itu walet cenderung menyukai titik-titik yang sebelumnya pernah digunakan walet bersarang. “Ini terkait dengan rasa aman dan nyaman,” ujar Fatich. Stempel memang sebagai pemancing walet bersarang karena selanjutnya bila populasi walet mulai banyak, dengan sendirinya akan mengundang walet-walet lain datang dan membentuk koloni stabil.
Sarang imitasi
Teknologi memancing walet dengan stempel merupakan cara baru. Sebelumnya pada 1990-an, telah marak penggunaan nilon putih yang dibentuk menyerupai sarang. Sarang imitasi itu ditempelkan ke sirip dan disemprot cairan pemikat walet. Dengan cara ini keberhasilan walet bersarang mencapai 90%. Sayang saat itu teknologi ini terkendala biaya dan hasil panen. Satu lusin sarang imitasi Rp60.000 - Rp90.000. Sarang pun tipis dan kurang utuh karena harus dikeletek dari nilon. Bila dijual, harga sarang seperti itu lebih rendah daripada harga sarang normal.
Pada akhir 1998, Ade H Yamani, peternak walet di Majalengka, pernah memodifikasi cara itu dengan menggunakan bahan yang lebih murah. Caranya, ia membuat sarang imitasi dari karton kotak nasi, sehingga, biaya pembuatan 400 sarang hanya Rp20.000.
Karton dilekatkan ke sirip dengan paku. Sarang karton ini pun sebetulnya cukup efektif memancing walet bermalam. Terbukti dengan memasang 400 sarang imitasi, 320 sarang di antaranya di tempati walet. Sayang, sarang yang dihasilkan tidak utuh sehingga harganya juga jatuh. Saat harga sarang berkualitas baik Rp15-juta - 16-juta/kg, misalnya, sarang dari karton hanya dihargai Rp8-juta.
Dengan memakai stempel, persentase walet yang bersarang relatif lebih rendah dibanding sarang imitasi, yaitu sekitar 60%. Itu pun berlaku pada daerah yang populasi waletnya masih melimpah seperti di luar Jawa. ”Di Jawa dengan penggunaan stempel rata-rata efektivitasnya sekitar 30%,” kata Fatich. Hal ini memang tak lepas dari kondisi walet di Jawa yang populasinya terus menurun.
Tengoklah sejak 2005 produksi sarang walet di Jawa terutama di sentra seperti Pantura turun hingga 80%. Jadi wajar jika efektivitas pemakaian stempel relatif lebih rendah. Di Jawa, menurut Fatich walet terpancing setelah 1 - 2 bulan. ”Peternak lain di Tanjung Kelor, Kalimantan Timur, hanya butuh waktu 5 - 14 hari untuk memikat walet dengan stempel,” ujarnya.
Toh, stempel memiliki banyak keunggulan. Selain lebih ekonomis, karena 1 liter cairan seharga Rp75.000 - sudah termasuk stempel - bisa mencetak 1.000 cap, sarang walet yang dipanen juga utuh. Harap mafhum, stempel hanya dibuat untuk menimbulkan kesan tempat itu pernah dipakai walet bersarang. Walet terpikat karena cairan yang digunakan mengeluarkan aroma seperti liur walet. Soal sarang lebih utuh karena stempel hanya digunakan walet sebagai fondasi sarang.
Aplikasi teknologi stempel mudah. Pertama cairan dituangkan ke wadah yang di dalamnya diberi kain atau busa. Selanjutnya stempel ditutulkan ke busa basah dan dicapkan ke sirip. Untuk sekali tutul dapat dibuat 2 cap. Tidak ada ketentuan jumlah cap yang dibuat pada sirip. “Sesuai dengan keinginan kita saja, bisa berjarak rapat atau renggang,” kata Fatich. Meski demikian ada ancer-ancer yang harus dicermati. Jarak antarcap setidaknya 5 cm. Dalam satu ruangan berukuran 5 m x 4 m, misalnya, dapat dibuat 200 cap. Sayangnya stempel memiliki kelemahan yakni tidak tahan lama. Jadi bila cap belum dipakai walet bersarang, pengulangan pembuatan cap dilakukan setiap 2 - 3 pekan.
Kaca susu
Meski stempel terbukti dapat memancing walet bersarang, menurut Fatich kunci keberhasilan walet bersarang tetap bersandar pada kecintaan peternak pada walet. ”Kalau cinta, peternak akan menempuh berbagai cara agar bisa membuat walet merasa hidup nyaman di dalam rumah,” ujar pendiri Indonesian Walet Lover Family itu.
Fatich memakai istilah kaca susu untuk 5 hal yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan walet. Kaca susu merupakan kependekan dari kelembapan, aroma, cahaya, suhu, dan suara. Kelembapan idealnya antara 80 - 90%. Toleransinya hingga 95%. Kelembapan terlalu tinggi menyebabkan sirip berjamur. Jika sirip berjamur sangat kecil kemungkinan walet mau bersarang meski memakai stempel sarang. Kelembapan terlalu rendah berdampak air liur walet mengering atau mengkristal di tenggorokan, sehingga walet sulit membuat sarang.
Rumah walet diusahakan beraroma walet supaya si liur emas tidak merasa asing di tempat itu. Kemudian cahaya dalam rumah walet tidak boleh terlalu terang, tetapi dikondisikan terdapat bagian-bagian agak terang dan bagian agak gelap. Suara walet lazim digunakan untuk memancing kedatangan walet ke rumah. Suhu dijaga di kisaran 26 - 29oC dan tidak boleh melebihi 30oC atau pun kurang dari 20oC. Jika semua syarat kaca susu dipenuhi, pemakaian stempel pun akan mempercepat memancing walet bersarang. (Tri Susanti/Peliput: Nesia Artdiyasa)
LIMA TAHUN BELAKANGAN RUMAH BERGAYA MINIMALIS MENJADI TREN DI PERKOTAAN. DESAINNYA YANG SEDERHANA DISUKAI BANYAK ORANG LANTARAN ELEGAN DAN BOLEH JADI TIDAK BUTUH DANA BESAR UNTUK MEMBUATNYA. TAK HANYA DI BIDANG REAL ESTATE, GAYA RUMAH MINIMALIS KINI BISA MENJADI PILIHAN BAGI PETERNAK WALET BARU.
Rumah walet minimalis yang dimaksud berukuran lebih kecil atau jauh di bawah ukuran standar yang rata-rata di atas 80 m2. Bangunan rumah walet minimalis pun tak perlu tinggi. Hanya 2-3 lantai, sudah termasuk 'rumah monyet' di bagian paling atas. Pun ruangan di dalamnya tidak banyak bersekat.
Sejatinya rumah walet mini ada sejak Desa Dangdeur, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, menjadi sentra walet pada 1980-an. Di desa yang dikenal sebagai lumbung padi itu banyak ditemukan rumah walet berukuran kecil: 2 m x 2,5 m sampai 4 m x 4 m. Itu karena hampir semua bangunan, entah lumbung padi, kamar mandi, dapur, kamar tidur, bahkan gardu hansip dipilih seriti untuk bersarang lalu diubah jadi rumah walet permanen.
Mereka, para pemiliknya, tidak berharap banyak. Bisa menjual 4-5 sarang (setara Rp400.000-Rp500.000 waktu itu) setiap bulan sudah cukup. Itu pula yang terlihat di daerah Mauk, Tangerang, Pekutatan, Melaya, dan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Seriti bersarang di lumbung padi berukuran mini.
Produktif
Nun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, demi menghemat biaya Bardiansyah membangun rumah walet 4 m x 2,5 m dengan tinggi 2,5 lantai. Itu terdiri dari bangunan 2 lantai plus 1 'rumah monyet' di bagian paling atas. Tinggi tiap lantai 2,5 m. Rumah walet itu berdiri di atas dapur. Total biaya yang digelontorkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan itu tak sampai Rp50-juta. 'Dengan biaya murah, rumah walet terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat,' ujarnya.
Wajarlah jika Juanda di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, juga tertarik membangun rumah walet. Dengan bermodal Rp20-jutaan sopir speed boat itu merombak sebagian bangunan rumah tinggalnya menjadi rumah walet. Rumah si liur emas itu berdinding papan, ukuran 4 m x 8 m setinggi 4 m atau 1,5 lantai.
Meski berukuran kecil, toh 3 bulan setelah dibangun, Bardiansyah melihat kotoran walet bertebaran di lantai. Enam bulan berselang sudah ada sekitar 20 sarang walet di dalam rumah itu. Lalu, pada Februari 2009 atau tepatnya 2 tahun sejak rumah selesai dibangun, ia memanen 1,5 kg sarang walet yang terdiri atas 137 keping.
Rumah walet milik Juanda bahkan lebih cepat dihuni walet. Sebulan setelah dibangun, sudah ada walet yang menginap. Menginjak 3 bulan, beberapa sarang walet ditemukan menempel di lagur. Panen perdana dilakukan pada September 2009, atau 1 tahun 7 bulan setelah rumah waletnya dibangun. Total ia memanen 0,9 kg dari 96 sarang. Hasil penjualan itu cukup untuk membayar uang masuk adiknya ke perguruan tinggi.
'Saya melakukan panen selektif, hanya sarang berukuran besar yang tidak ada telur atau piyiknya yang diambil. Oleh karena itu dari 300 sarang di dalam rumah hanya 96 yang dipetik,' kata Juanda. Itu pula sebabnya bobot sarang rata-rata 9,4 g, lazimnya 8 g per keping. Cara ini pula yang ditempuh Bardiansyah yang hanya mengambil 30% sarang dari rumah waletnya.
Desain khusus
Agar produktif, rumah walet minimalis harus didesain khusus. Ukuran lubang masuk misalnya. Jika di rumah walet besar biasanya 80 cm x 1 m, di rumah minimalis hanya 40 cm x 60 cm. Jumlah lubang masuk pun cukup 1 buah. Lubang diletakkan di arah burung terbang pulang, jika lokasi rumah ada di lintasan walet. Namun, jika rumah itu terletak di area walet mencari pakan, lubang masuk bebas diarahkan ke mana saja.
Twitter dipasang untuk mengundang walet masuk. Namun jumlahnya relatif sedikit. Di rumah Bardiansyah hanya dipasang 8 buah, sementara di tempat Juanda 20 buah. Karena rumah walet Bardiansyah mungil, lubang antarlantai-void-berukuran 1 m x 1 m saja. Sementara di rumah Juanda, karena ukurannya agak besar dan tinggi hanya 1,5 lantai maka void dibuat lebih besar: 2 m x 3 m. Tujuannya agar ruang gerak walet saat bermanuver lebih bebas.
Yang terpenting kondisi rumah aman dan nyaman bagi walet. Kelembapan di atas 75% dan sedikit cahaya-tidak gelap total. Oleh karena itu, cahaya yang masuk diatur agar tercipta gradasi pencahayaan di dalam bangunan rumah. Ada bagian yang agak terang, remang-remang, dan ada yang gelap. Ini untuk mengadaptasikan walet dari luar ke dalam rumah. Caranya, cahaya masuk ditahan dengan memasang sekat pendek di ujung void.
Untuk menjaga kelembapan, tak perlu menggunakan mesin pengabut, membangun dak air atau kolam. Di rumah walet minimalis cukup dilengkapi baskom atau ember berisi air. Juanda, misalnya, menggunakan 25 ember yang ditaruh di lantai. Toh kelembapan di dalam rumah kecil banyak dipengaruhi lingkungan luar. Bahkan adanya tumpukan kotoran walet dalam ruangan saja bisa meningkatkan kelembapan. Kotoran itu mesti rajin dibersihkan agar udara dalam gedung tetap bersih, sehat, dan gas amonia tidak mencemari warna sarang.
Soal bahan bangunan, bisa dipilih sesuai selera. Bardiansyah menggunakan tembok berupa batu bata dan semen. Lantainya terbuat dari papan, bukan beton, lantaran rumah waletnya berdiri di atas dapur. Sementara Juanda menggunakan bahan dari kayu meranti baik untuk tembok, lantai maupun lagurnya. 'Karena biaya murah, modal bisa kembali setelah 2 kali panen sarang,' ujar Juanda. (Tri Susanti & Drs Arief Budiman, konsultan walet di Kendal, Jawa Tengah)
SUARANYA BISA TERDENGAR LEBIH JAUH. ITULAH SEPENGGAL KALIMAT IKLAN PRODUK TELEVISI BERTEKNOLOGI SUARA BAZOOKA BEBERAPA TAHUN LALU. UNGKAPAN ITU PAS MENGGAMBARKAN TEMUAN BARU TWEETER RUMAH WALET YANG DAPAT MEMANCARKAN SUARA JAUH: TWEETER BAZOOKA.
Tweeter berbentuk tabung layaknya meriam itu mulai dilirik peternak Collocalia fuciphaga di tanahair seperti Pontianak, Kalimantan Barat, dan Surabaya, Jawa Timur. Pun peternak di Malaysia dan Vietnam. Musababnya tweeter baru ini selain berfungsi memancing walet juga ramah lingkungan. Tidak menimbulkan suara bising yang mengganggu penduduk sekitar rumah si liur emas.
Tweeter konvensional bertipe corong disinyalir cukup menimbulkan gangguan. Tiga tahun lalu di sentra walet di Sedayu, Gresik, Jawa Timur, sekelompok masyarakat sampai mendatangi sebuah rumah walet akibat bunyi tweeter yang tak putus-putus sepanjang hari. 'Mereka terganggu karena suara tweeter corong menyebar sampai pemukiman warga,' ujar Ubaidillah Thohir, praktisi walet di Gresik. Beruntung masalah ini bisa diselesaikan dengan damai. Itu tak bakal terjadi jika menggunakan tweeter bazooka.
Jarak jauh
Tweeter bazooka tak hanya memfokuskan suara ke satu titik, tapi juga dapat memancarkan gema suara lebih jauh. Tweeter konvensional menjangkau jarak sekitar 100 m. 'Bahkan bisa lebih pendek, hanya 50 m, kalau terhalang gedung-gedung walet lain seperti di sentra walet Sedayu,' ujar Ubaidillah.
Tweeter bazooka dibuat dengan cara memodifikasi moncong tweeter konvensional. 'Jika moncong tweeter dimodifikasi lebih panjang, frekuensi makin rendah dan gelombang suara makin panjang sehingga suara dapat terdengar lebih jauh,' ujar Hary K Nugroho, konsultan walet di Kelapagading, Jakarta Utara. Tak hanya itu, kelebihan tweeter bazooka mempunyai daya sampai 100 watt; tweeter konvensional berdaya 1 watt. Itu artinya kekuatan suara tweeter bazooka jauh lebih tinggi, menjangkau area sejauh 500-1.000 m.
Meski suara lebih fokus, tetapi pemasangan tweeter bazooka perlu cermat. 'Jangan sampai salah sasaran,' ujar Harry. Untuk mengundang walet, tweeter di pasang di atap gedung dengan kemiringan sekitar 450 ke arah langit yang biasa dilalui walet. Tweeter bukan diarahkan ke gedung atau benda lain di sekitarnya. Oleh karena itu menurut Philip Yamin, konsultan walet, tweeter bazooka harus dipasang pada ketinggian minimal setingkat lebih tinggi daripada bangunan di sekitarnya.
Lubang tweeter tidak boleh kemasukan air hujan yang berakibat suara tidak lepas. Jadi tweeter perlu diletakkan di teras atau di bawah atap pelindung. Cara lain dengan mengatur kemiringan hingga 200. Makin kecil sudut, makin kecil kemungkinan kemasukan air. 'Yang penting tweeter tetap mengarah ke langit, bukan gedung,' ujar Hary.
Jika rumah walet kecil, misal berukuran 8 m x 12 m, cukup menggunakan sebuah tweeter bazooka. Namun, kenyataannya ada juga yang menggunakan 4 tweeter sekaligus dengan mengarahkan suara ke empat penjuru mata angin. Menurut Hary pemasangan tweeter lebih dari satu kurang efektif karena hanya akan membuat walet bingung. Ia hanya terbang memutar-mutar mengelilingi suara, tidak tergiring masuk gedung.
Untuk mengarahkan walet yang terpancing masuk, di tiap lubang keluarmasuk dan di dalam rumah dapat dipasang tweeter biasa berukuran kecil. Menurut Philip kunci keberhasilan mengundang walet masuk, tetap tergantung jenis suara pancingan yang diputar. 'Meski pakai bazooka, tapi jika suaranya salah atau jelek susah berhasil memancing walet,' ujarnya. Yang dimaksud Philip, suara salah misalnya memancing walet di luar dengan suara walet mengeram.
Multi media
Di dalam dunia pancing-memancing walet, tak hanya tweeter yang dimodifikasi, tapi juga media penyimpan suaranya. Pada awal perkembangannya sumber suara pemancing berasal dari kaset yang diputar. Sejalan dengan perkembangan teknologi kemudian beralih ke CD, lalu menggunakan USB, dan kini multimedia card (MMC).
MMC yang sebetulnya sudah diperkenalkan sejak 5 tahun lalu, mulai digunakan peternak walet di Jawa dan luar Jawa. MMC memiliki kapasitas suara lebih besar. Ia bisa menyimpan beragam jenis suara dalam satu keping kartu yang sangat kecil. Selain itu lebih awet dibanding media lain. Sayangnya, suaranya tak sejernih CD. CD walet lebih disukai peternak karena suara yang dihasilkan lebih jernih. 'Namun jika diputar nonstop umurnya paling lama 6 bulan,' ujar Ubaidillah.
Sementara alat pemutar atau player dipilih sesuai media penyimpan suara. CPU termasuk player multifungsi karena dapat digunakan untuk CD, USB, maupun MMC. CPU dapat dihubungkan dengan 2 kabel output untuk suara luar dan dalam. Alat ini juga dapat dilengkapi timer alias pengatur waktu sehingga interval pemutaran suara dapat diatur.
'Agar media dan piranti pemutar awet, sebaiknya suara tidak diputar nonstop,' ujar Hary. Di sinilah letak keunggulan timer. Dengan memori hingga 16 perintah, timer dapat digunakan untuk mengatur waktu pemutaran suara sesuai keinginan peternak. Pagi, misalnya, player dinyalakan pukul 06.00-09.00, siang hari 11.00-14.00, dan malam pukul 15.00-20.00.
Tak hanya itu, kini ada CPU pemutar suara walet yang dilengkapi telepon seluler. Dengan kemajuan teknologi itu, peternak yang tinggal jauh dari rumah walet dapat mengetahui gangguan teknis pada player. Misal jika aliran listrik padam sehingga player tidak bekerja, secara otomatis 'telepon CPU' akan menghubungi nomor si empunya. Hubungan telepon itu tidak akan putus sampai si empunya menelepon balik ke nomor tersebut-artinya pemilik menyadari ada masalah dengan player di rumah waletnya. Dengan modifikasi dalam teknologi walet, upaya memancing walet dapat lebih mudah. (Tri Susanti)
RUMAH WALET BERUKURAN 4 M X 12 M SETINGGI 2,5 LANTAI DI CIAMPEA, BOGOR, JAWA BARAT, ITU BARU BERUMUR 1 BULAN. NAMUN, KETIKA RUMAH BARU ITU DIBUKA, KOTORAN WALET BERTEBARAN MENYELIMUTI LANTAI. PUN CERICIT WALET TERDENGAR RAMAI BAK RUMAH UMUR 1 TAHUN.
Menurut Ir Lazuardi Normansah, sang pemilik, rumah itu telah dihuni sekitar 200 walet. Normalnya, rumah baru paling banter dihuni 20 walet atau bahkan hanya seriti. Hal serupa dialami Doni - nama samaran - peternak walet di Serpong, Tangerang. Tiap sore walet yang pulang dan menginap di rumahnya bertambah banyak. 'Walet-walet itu seperti membawa serta 'teman-teman' baru,' ujarnya.
Rupanya kedua peternak itu menggunakan aroma pemikat walet untuk memancing kedatangan Collocalia fuciphaga. Namun, penggunaannya lain dari biasa. Aroma itu dicampur dengan air dalam wadah tampungan mesin kabut melalui selang. Perbandingannya 2 atau 3 bagian air dan 1 bagian aroma pemikat. Lantas mesin yang biasa digunakan pekebun tanaman hias itu diletakkan di antara roofing room dan nesting room dan dioperasikan selama 3 - 5 menit.
Tiap jam 5 pagi saat walet berangkat mencari pakan dan tiap sore saat rombongan besar walet pulang, mesin kabut itu dioperasikan. Ketika walet-walet itu beterbangan melewati nesting room dan roofing room, kabut aroma pemikat menempel di bulu-bulu mereka. Esok harinya saat mencari pakan dan kembali pulang, anggota rombongan bertambah besar. Walet liar terpikat ikut rombongan pulang. 'Diduga aroma yang menempel di tubuh walet menarik walet lain (bukan penghuni, red) ikut masuk,' kata Lazuardi. Itulah yang menyebabkan populasi waletnya berkembang sangat pesat.
Walet muda
Aroma pemikat walet memang jamak digunakan peternak untuk memancing kedatangan walet di rumah-rumah walet baru. Cara dan bahan yang digunakan beragam, mulai dari yang sederhana sampai kompleks. Ada yang melaburkan telur itik ke dinding ruangan, mengoleskan air cucian sarang pada lagur, dan merendam sarang tiruan dalam ramuan pemikat komersial. Itu karena walet memang tertarik beberapa aroma tertentu. 'Aroma ikan, udang kering, dan tembakau adalah beberapa contoh yang disukai walet,' ujar Lazuardi. Sebaliknya, aroma durian dan cumi-cumi tidak disukai.
Menurut Harry KNugroho, praktikus walet di Kelapagading, Jakarta Utara, aroma pemikat walet selama ini hanya digunakan di dalam rumah walet. 'Fungsinya untuk menghilangkan bau semen sehingga burung merasa nyaman dan seolah-olah rumah walet sudah lama dihuni,' ujar Harry. Belum pernah terpikirkan aroma pemikat digunakan untuk memikat walet saat berada di udara bebas.
Hal itu juga diakui Lazuardi. 'Aroma pemikat walet memang tidak bisa berfungsi untuk memikat walet dari jarak jauh layaknya tweeter (pengeras suara, red),' ujarnya. Jika dioleskan ke lubang keluar-masuk, paling banter bisa tercium walet dari jarak 10 - 11 meter. Nah, jika aroma itu melekat di bulu-bulu walet, otomatis bisa terbawa ke jarak yang lebih jauh bersamaan walet pergi mencari pakan. Aroma pemikat disemprotkan 2 kali sehari untuk mengantisipasi jika lebih cepat menguap di udara bebas.
Kendati begitu, berdasarkan pengalaman pemilik jasa konsultasi Multi Walet itu, aroma pemikat tidak menarik perhatian walet yang sudah pernah bersarang atau bertelur di tempat lain. Sebab, burung-burung itu sudah mempunyai ikatan dengan telur atau anak-anaknya di rumah lama.
Kecuali jika di tempatnya bersarang ada gangguan yang menyebabkan walet harus mengungsi. Misalnya, sarang dipanen tidak beraturan atau terjadi kebakaran. 'Aroma pemikat hanya efektif untuk memancing walet-walet remaja yang belum mempunyai pasangan atau baru belajar terbang,' ungkap Lazuardi.
Baru
Kemampuan aroma walet memikat sasaran tergantung bahan yang digunakan. Lazuardi menggunakan ramuan baru yang telah diujinya selama 4 tahun. Bahan utamanya air hujan, liur walet, dan sejenis rumput-rumputan diramu dengan 4 bahan alami lain. 'Efeknya paling bagus jika ramuan sudah mengeluarkan gas,' ujarnya. Cirinya, jerigen tempat ramuan itu tampak menggembung, dan cairan berubah warna dari biru menjadi keabu-abuan.
Untuk aplikasi langsung dimasukkan ke mesin kabut, dan dioleskan pada lagur serta lubang keluar-masuk. Aroma pemikat itu baunya akan semakin kuat dan tahan lama jika dioleskan ke lagur yang porous seperti kayu sengon. Aroma itu bisa tahan 2 - 3 bulan di dalam ruangan dan sekitar 2 minggu di lubang keluar-masuk.
Pengolesan di lagur dan lubang keluar-masuk walet efektivitasnya tinggi. Dampak itu dirasakan Jayadi. Awalnya peternak di Jakarta itu hampir putus asa lantaran rumah walet yang baru dibeli ternyata sudah kosong selama 2 tahun. Iseng-iseng ia mengoleskan 2 jerigen ramuan pemikat walet ke sirip dan lubang keluar masuk. Rumah walet lantas digembok dan ditinggalkan begitu saja selama 4 bulan.
Ketika ditengok kembali, hasilnya membuat Jayadi kaget. Di dalam rumah 3 lantai seluas 200 m2 itu ia menjumpai 80 sarang walet. Kini setelah 8 bulan, sudah ada 255 sarang walet di rumah itu. Umumnya, burung walet baru bersarang di rumah baru setelah 5 - 8 bulan. Bahkan di rumah walet Jayadi terdahulu, setelah 2 tahun baru terdapat 50 sarang.
Meski begitu, para peternak sepakat: tidak boleh hanya mengandalkan aroma pemikat. Kondisi mikro rumah tetap harus diutamakan. Meski diolesi ramuan pemikat, jika rumah kotor dan kondisi lingkungan tidak sesuai, walet tidak akan merasa nyaman. Untuk itu Lazuardi menyarankan kelembapan rumah harus tetap dijaga di kisaran 80 - 90% dan suhu 28 - 30oC. Jika sudah begitu, impian peternak untuk mendengar cericit walet di rumah baru, bukan sekadar impian. (Tri Susanti)
TUJUH TAHUN SILAM HANYA ADA SEGELINTIR RUMAH WALET DI BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. JUMLAHNYA KINI MELESAT HINGGA 100 RUMAH. MUSABABNYA PENINGKATAN PRODUKSI SARANG SANGAT FANTASTIS. SETIAP RUMAH DALAM 2 TAHUN RATA-RATA BERPRODUKSI 1.300 SARANG ATAU SETARA 11 KG.
Pencapaian produksi itu hampir sama dengan di Metro, Lampung, ketika mulai jadi sentra. Dalam hitungan tahun, produksi sarang sudah mencapai puluhan kilo dari rumah berukuran 10 m x 12 m setinggi 2 lantai. Itu artinya peningkatan produksi jauh lebih tinggi ketimbang rumah-rumah walet di Jawa seperti di Haurgeulis (Indramayu, Jawa Barat), Cilamaya (Jawa Barat), Pekalongan (Jawa Tengah), dan Sedayu (Jawa Timur) yang rata-rata 5-7 kg untuk rumah berumur 2 tahun.
Bontang memungkinkan menjadi sentra walet potensial karena populasi walet cukup besar. Sementara jumlah rumah walet masih terbatas. Di Kota Minyak itu areal pesawahan terbentang luas dan kelestarian hutan terjaga baik sehingga menjadi tempat persinggahan nyaman bagi walet. Lihatlah saat matahari mulai meninggi, burung-burung pemakan serangga itu terbang rendah menyambar pakan dari rumpun-rumpun padi. Sebagian lagi terlihat 'bergerilya' di pinggiran hutan mengerubungi pohon akasia yang mengeluarkan kutu pakan favorit si liur emas.
Sejatinya sebelum 2000-an di Bontang tidak terdapat komunitas walet. Diduga walet datang dari wilayah Kabupaten Berau-berjarak kurang lebih 100 km dari Bontang-mereka bermigrasi lantaran lingkungannya terusik. Berau selama ini dikenal sebagai sentra walet gua. Namun, karena pemanenan sarang yang serampangan, Collocalia fuciphaga itu banyak yang meninggalkan Berau.
Salah desain
Berkah dari walet migrasi itu dirasakan seorang pemilik rumah walet di pinggiran kota Bontang. Setiap kali panen dari rumah berukuran 8 m x 10 m setinggi 3 lantai, ia memanen 3.000 sarang. Menurut perempuan yang tidak mau disebut namanya itu, rumah dibangun 4 tahun lalu. 'Ketika rumah selesai dibangun, yang masuk langsung walet,' tutur Ir Lazuardi Normansah, konsultan di Jakarta Barat yang berkunjung ke Bontang pada November 2008. Sarang yang dihasilkan pun putih, lebar, dan tebal.
Menurut Lazuardi rumah-rumah yang sudah berumur di atas 2 tahun berproduksi rata-rata 10-11 kg. Dengan sekitar 50 rumah yang berproduksi tinggi-panen tidak berbarengan-setiap minggu terkumpul tidak kurang dari 100-150 kg sarang walet di Bontang. Sarang-sarang itu kemudian dibeli oleh para pengepul dari Balikpapan, Kalimantan Timur. 'Harganya naik-turun sesuai pasaran,' katanya. Sekarang berada di posisi Rp11-juta/kg.
'Jika tata ruang rumah walet diperbaiki, hasil produksi bisa ditingkatkan,' tutur Lazuardi. Ia melihat kondisi beberapa rumah walet di Bontang salah desain. Akibatnya, produksi tidak maksimal. Bahkan sebuah rumah walet berukuran 6 m x 13 m yang terletak 20-30 km dari kota Bontang, sudah 3 tahun tidak berpenghuni. Sementara rumah-rumah walet di sekitarnya menghasilkan puluhan kilo sarang.
Berdasarkan pengamatan Lazuardi kondisi ruangan rumah walet itu terlalu gelap. Ini membuat walet kesulitan memasuki ruangan demi ruangan. Mengatasinya, 'Cukup diberi lampu 5 watt,' ujarnya. Selain itu suhu ruangan terlalu panas: 33oC karena lubang angin berdiameter 10 cm banyak yang disumbat. Idealnya suhu ruangan rumah walet 28-29oC dengan kelembaban lebih dari 80%. 'Jika sumbat dibuka, walet pasti bisa tinggal lebih nyaman,' Lazuardi meyakinkan.
5 kali lipat
Meski populasi walet di Bontang banyak, untuk memancingnya masuk rumah, para pemilik tetap menggunakan CD suara walet. Speaker pemanggil walet ditempatkan di atas atau di bawah lubang keluar-masuk dan di tengah ruangan agar bisa terdengar di semua sudut. Lubang keluar-masuk sebaiknya dibuat 2 buah, misal dari arah utara dan barat. Maksudnya agar walet bisa leluasa memilih jalan keluar-masuk yang dianggap nyaman. Idealnya ukuran lubang keluar-masuk 20 cm x 80 cm untuk yang di utara dan 30 cm x 100 cm di barat.
Lalu soal sirip, bilah papan untuk menempelnya sarang. Di Bontang banyak pemilik rumah walet menggunakan kayu meranti. Kayu ini dipilih karena lebih kuat ketimbang sengon dan ketersediaannya melimpah. Sirip selebar 20 cm itu dipasang membentuk persegi empat dengan panjang 2 m. Jarak antarsirip maksimal 30 cm. Lebih dari itu burung merasa tidak nyaman sehingga malas membuat sarang.
Selain bentuk bangunan, teknik-teknik budidaya walet di Bontang pada dasarnya sudah mengadopsi teknik modern di Jawa dan Sumatera. Maklum sebagian investor yang membangun rumah walet di sana adalah para praktisi di Pulau Jawa, seperti Cirebon dan Surabaya. Mereka menjadikan Bontang sebagai ladang bisnis setelah Pontianak dan Ketapang, di Kalimantan Barat dianggap jenuh. Berdasarkan pengamatan Harry K Nugroho, praktikus di Kelapagading, Jakarta Utara, kini di Pontianak ada sekitar 500 rumah walet dan di Ketapang 400-500 rumah.
Sebelumnya kedua kota itu menjadi sasaran pebisnis walet. 'Dulu Pontianak dan Ketapang mendapat limpahan walet dari Kalimantan Tengah yang habitatnya rusak akibat kebakaran dan penebangan hutan,' kata Harry. Sekarang giliran Bontang yang jadi sasaran pebisnis walet.
'Dibanding Samarinda dan Balikpapan, populasi walet di Bontang memang lebih tinggi. Jumlahnya mencapai 3-5 kali lebih tinggi daripada Samarinda,' papar Lazuardi. Kendati begitu, Samarinda dan Balikpapan tetap menjadi lokasi incaran bagi yang ingin membangun rumah walet di Kalimantan Timur. Buktinya, 'Pada 2008 banyak bermunculan rumah walet di Balikpapan dan Samarinda,' ujar Vianny Cin Hiong, konsultan di Jakarta Barat. (Lastioro Anmi Tambunan)





BENARKAH WALET SETIA? UNTUK MEMBUKTIKAN HAL ITU EARL OF CRANBROOK, MA , PHD, DSC BESERTA REKANNYA, DR LIM CHAN KOONMELAKUKAN PERCOBAAN SEDERHANA DI SEBUAH GUA DI BARAM, MALAYSIA, PADA 1997. PENELITI ASAL INGGRIS ITU MENGOLESKAN SETITIK CAT PUTIH SEBELUM SARANGNYA DIAMBIL. KEESOKAN HARI SETELAH SARANG DIPANEN WALET YANG SAMA BERADA DI TEMPAT SARANGNYA YANG LAMA.
Kesetiaan itu tak lepas dari kondisi mikro dan makro ideal di sekitar rumah walet seperti suhu, kelembapan, dan curah hujan sehingga walet betah tinggal. Kondisi mikro dan makro itu disesuaikan dengan keadaan gua-habitat asli walet.
Rumah walet menjamur sejak 1990-an, terutama di Pulau Jawa, sebab sarangnya bernilai ekonomi tinggi. Jenis yang banyak 'dirumahkan' adalah walet sarang putih Collocalia fuciphaga. Maklum harga jualnya mencapai Rp10-juta-Rp13-juta/kg. Jenis lain adalah sriti C. esulenta yang harga sarangnya berkisar Rp1-juta-Rp1,5-juta/kg.
Pembangunan rumah walet itu lalu merambah ke Sumatera dan Kalimantan. Namun, walet bukan monopoli Indonesia. Sejatinya ada 26 jenis walet menghuni wilayah Indopasifik dari Madagascar melalui Indo-Malaya, Filipina, Himalaya Timur, Hawaii, danKaledonia baru. Masing-masing terbagi dalam 3 kelompok: waterfall swift alias giant swiftlet (1 spesies dari keluarga Hydrocous), glossy swift (3 spesies dari Hydrochous), dan black-brown swiftlet (22 spesies dari jenis Aerodramus).
Sembilan di antaranya berada di subwilayah Sunda: H. gigas, C. esculenta, C. linchi, A. brevirostris, A. maximus, A. vulcanorum, A. salanganus, A. germani, dan A. fuciphagus atau Collocalia fuciphaga. Bagaimana pandangan Lord Cranbrook tentang walet terutama di Indonesia? Berikut petikan wawancara wartawan Trubus, Lastioro Anmi Tambunan, dengan penggiat lingkungan itu.
Menurut Anda bagaimana perkembangan walet di Indonesia?
Pembangunan rumah walet pertama kali tercatat di Pulau Jawa sekitar pertengahan abad ke-19. Selanjutnya berkembang ke Kalimantan khususnya Banjarmasin. Berikutnya marak di Pulau Sumatera. Yang mengejutkan populasi C. fuciphaga kini ditemukan di Sulawesi. Misal di Polewalimandar, Sulawesi Barat, yang ditulis di majalah Anda (Trubus edisi Oktober 2009, red). Padahal Sulawesi bukan daerah lintasan C. fuciphaga. Pulau itu mayoritas dihuni C. esculenta.
Bagaimana hal itu dapat terjadi?
Berdasarkan pengamatan teman saya, Boedi Mranata (pemain walet senior Indonesia, red), burung-burung itu bermigrasi dari Kalimantan karena terjadi kebakaran hutan besar di sana. Kemungkinan lain, walet bermigrasi dari Pulau Jawa yang populasinya mulai jenuh.
Negara mana yang juga mengembangkan rumah walet?
Malaysia salah satu yang demam membangun rumah walet. Di Penang, Malaysia, rumah walet di atas ruko pertama kali dicatat pada 1947. Pada 1950-an terlihat di rumah tradisional di Taiping. Berikutnya di Terengganu sebelum 1974. Selain Malaysia, pembangunan rumah walet mulai marak di Vietnam sejak 1970-an. Bahkan di Thailand Selatan berdiri kondominium walet yang menjadi salah satu tempat wisata. Namun, jumlahnya lebih kecil ketimbang Indonesia. Karena itu wajar Indonesia menjadi eksportir terbesar sarang khususnya sarang walet putih.
Selain C. fuciphaga, spesies apa yang menghasilkan sarang untuk konsumsi dan bernilai jual tinggi?
Ada 3 spesies lain, yakni Aerodramus maximus, A. germani, dan A. linchi. Ketiganya tersebar di Indopasifik. A. germani yang bersarang putih, misalnya, banyak ditemukan di Pulau Condore, Vietnam. Selain itu di kepulauan pantai Thailand, Myanmar, dan Filipina.
Seorang peternak di Mojokerto, Jawa Timur, berhasil menernakkan walet dari telur hingga dewasa di dalam rumah. Selama itu walet tidak keluar untuk mencari pakan karena disediakan di dalam rumah. Bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut?
Hal itu dapat dilakukan. Namun, butuh lahan luas dan ketersediaan pakan yang besar. Yang terpenting walet-walet hasil tangkaran itu mampu menghasilkan sarang berkualitas baik. Menurut saya masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal itu.
Bila pakan mesti disediakan, serangga jenis apa yang lazim dikonsumsi walet?
Walet termasuk pemilih. Ia hanya mengkonsumsi serangga tertentu. Lazimnya serangga itu berasal dari keluarga Arthropoda. Collocalia esculenta cyanoptila, misalnya, menyukai Chalicidoide, Brachycera, Formicoidea, Homoptera, Coleoptera, dan Nematocera. Pencarian pakan di alam biasanya dimulai pagi dan walet kembali ke rumah sore harinya. Jumlah pakan melimpah terutama saat musim hujan. Saat itu walet tidak perlu jauh mencari pakan sehingga bobot sarang yang dihasilkan maksimal, yakni 5-10 g. Jumlah itu 50-80% dari bobot tubuhnya.
Apakah ada pengaruh pemasangan speaker dan tweeter untuk memancing walet masuk ke rumah?
Setiap rumah walet saat ini menggunakan bunyi-bunyian untuk mengundang walet. Sejatinya walet hidup berkoloni. Mereka tertarik masuk saat mendengar suara teman temannya di dalam rumah. Berdasarkan penelitian Sonografi pada 1958, setiap 2 detik A. maximus mengeluarkan suara berkekuatan 5-20 Khz.
Berdasarkan penelitian Anda apakah walet sarang putih penghuni gua sama dengan walet rumahan?
Belum ada bukti koloni walet rumahan ditemukan juga dalam gua. Sebuah penelitian di Malaysia menyebutkan adanya perbedaan genetik antara A. fuciphagus vestitus rumahan dengan gua. Tingkah laku walet rumahan juga berbeda. Mereka mencari rumah bangunan walet untuk bersarang, bukan gua. Karena itu walet rumahan dapat dikatakan sebagai Aerodramus 'domesticus'.
Sejatinya betina menghasilkan maksimal 2 telur per musim kawin. Mengapa dalam sebuah sarang kerap ditemukan 3 telur?
Kemungkinan itu karena ada betina yang salah meletakkan telurnya. Bila pun betina memproduksi 3 telur tapi yang tumbuh dewasa hanya 2 ekor. Yang seekor mati karena tubuhnya lemah.
Apa yang harus dilakukan untuk memajukan perwaletan?
Industri sarang walet semakin meningkat dengan harga jual sarang yang tinggi. Sayangnya belum ada sekolah khusus yang mendalami perwaletan. Padahal penelitian berperan penting untuk mengetahui keragaman, suara, dan aktivitas pembuatan liur terhadap waktu pijah. Sementara riset genetik dapat menghasilkan walet berkarakter sesuai dengan yang diinginkan peternak. Dengan memahami aturan garis keturunan kita dapat membuat walet resisten secara genetik terhadap suatu penyakit sehingga berdampak positif pada perekonomian. ***
(Dari berbagai sumber di dunia maya)