16 November 2011

ORANG ALIM ITU SIAPA SIH....

Mungkin muncul pertanyaan siapakah Orang Alim itu? Hingga kini banyak perbedaan dalam menilai siapa orang. …..

ARTI, PENGERTIAN, DEFINISI ALIM adalah a 1) berilmu; berpengetahuan; pandai (dalam hal agama Islam): ia dikenal sebagai orang yang -- ; 2) saleh; tidak nakal: ia sedang -- dan tidak pernah meninggalkan salat; -- ulama orang pandai-pandai dalam pengetahuan agama Islam;

Dalam kehidupan sehari- hari Sebenarnya masih bisa diperdebatkan lagi standar tentang orang yang dianggap alim. Tentu tidak mudah menentukannya kalau yang dijadikan patokan adalah hati yang suci dan bersih. Sedangkan untuk mengetahui isi hati seseorang rasanya tidak mungkin. Setidaknya dibutuhkan waktu yang lama dengan orang tersebut untuk bisa mengetahui isi hati yang sesungguhnya. Itupun hanya berdasarkan tampilan luarnya, seperti sikap perbuatan dan pakaian yang dikenakannya. Biar mudah, sekarang kita sepakati dulu bahwa orang alim yang akan saya tulis disini adalah orang yang ibadahnya kelihatan bagus dan sering memakai peci, sarung, baju kokoh, atau celana yang congklang,.. atau RCTI (Rombongan Celana Tinggi Indonesia…just kidding).

Definisi tersebut tidaklah mutlak, itu hanya digunakan untuk mempermudah bayangan kita terhadap orang alim. Ketika kita melihat dua orang laki-laki, satunya memakai celana biasa dan kaos, sedangkan yang satunya memakai sarung dan baju kokoh, maka pasti kita menganggap bahwa laki-laki kedua adalah orang alim. Meskipun belum tentu sesungguhnya demikian. Cobalah kapan-kapan pergi ke pengadilan dan melihat kasus persidangan pidana. Biasanya disana kita akan melihat terdakwa yang beragama Islam akan memakai celana hitam dan baju putih bersih, tidak lupa juga memakai peci. Apakah kemudian mereka bisa disebut sebagai orang alim?

Tulisan saya ini sebenarnya ingin menyoroti orang-orang yang selama ini dianggap alim tapi menurut saya belum benar-benar alim (termasuk saya senang pake sarung ama baju koko,… enak banyak angin masuk bukan karena ke aliman saya). Saya sering punya pengalaman yang kurang baik dengan orang-orang semacam ini. Menurut saya banyak orang alim yang terjebak dengan satu hal, yaitu mereka lebih mementingkan hubungan dengan Tuhan daripada dengan manusia dan alam. Mereka menganggap bahwa ketika shalatnya bagus, zakat dan puasanya juga bagus, maka mereka merasa seoalah-olah sudah paling benar dan baik dibanding orang lainnya. Mungkin Anda juga pernah punya pengalaman dengan orang seperti ini?

Dalam tulisan ini saya hanya ambil beberapa contoh. Beberapa hari yang lalu saya pergi ke masjid. Kebetulan waktu itu shalat Ashar akan segera dimulai. Seperti biasa para jama’ah disuruh menitipkan tasnya ke tempat penitipan yang biasa dijaga oleh satpam masjid. Semuanya antri dengan baik, kemudian tiba-tiba beberapa orang yang kelihatannya alim datang menyerobot kedepan, tidak mengantri, dan ingin agar tasnya didahulukan. Saya mengatakan alim karena waktu itu mereka memakai celana congklang, baju kokoh, dan pecis dikepalanya. Saya heran, kenapa orang yang seperti ini sama sekali tidak punya rasa menghargai orang lain. Mereka tidak pernah berpikir bagaimana perasaan orang yang diserobot. Jangan-jangan mereka tidak sadar apa yang dilakukannya tidak disukai oleh Tuhan?

Ada juga teman saya yang rajin shalat dan puasanya tapi setiap omongannya sering menyakitkan orang lain. Kalau misalnya hanya satu dua orang saja yang merasa sakit hati, mungkin memang mereka yang sensitif. Tapi ini hampir semua temannya bilang hal yang sama. Tidak hanya itu, teman saya yang satu ini pun sukanya hanya minta-minta saja. Tidak pernah mau membeli barang-barang kebutuhannya sendiri. Prinsipnya, selama masih bisa pinjam teman, kenapa harus beli? Kalau masalahnya tidak mampu tidak jadi masalah. Tapi teman saya yang satu ini sangat mampu hanya saja sepertinya pelit pada diri sendiri dan orang lain. Makanya tidak heran kalau banyak orang yang menjauhinya. Sayangnya, orang seperti ini juga masih dianggap alim karena rajin shalatnya dan pakaiannya yang alim.

Tidak hanya itu, ada satu lagi teman saya yang sepertinya alim sekali tapi setiap naik motor selalu melanggar lampu merah kalau tidak ada polisi, Selagi pake peci tidak mau pake helm. Alasannya Negara Indonesia ini dipimpin oleh pemerintah yang kafir, berdasarkan asas pancasila, bukan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah rasul sehingga aturannya boleh dilanggar. Bagi saya, apa yang dilakukan teman saya ini adalah hal yang sangat konyol. Masalahnya bukan aturannya berdasarkan Islam atau tidak, tapi melanggar lampu merah dapat membahayakan pengendara yang lain. Makanya tidak heran kalau beberapa kali teman saya ini mau tabrakan. Saya sendiri yakin kalau misalnya Indonesia menjadi Negara Islam, lampu merah pasti masih tetap ada. Tidak mungkin dihilangkan.

Kadang-kadang atas nama Agama kita menjadi egois. Tidak sedikit teman saya yang kelihatan alim memanfaatkan hal ini. Misalnya saja sewaktu sekolah atau kuliah. Ketika telat masuk kelas dan ditanya oleh dosen, mereka selalu beralasan kalau baru saja melakukan shalat jadi telat masuknya. Alasan yang rasanya tidak mungkin bisa dibantah oleh guru atau dosen. Padahal seringkali teman-teman saya ini tidak hanya shalat, tapi ngobrolnya yang lama. Kalau hanya shalat saja pasti lima menit selesai, paling lama sepuluh menit. Tapi beberapa teman saya ini sering telatnya sampai setengah jam. Padahal shalat setelah sekolah ataupun kuliah, waktunya juga masih ada. Inilah gambaran orang-orang alim disekitar kita.

Saya sendiri pernah dicurigai sebagai maling ketika masuk ke masjid. Mungkin wajah saya mirip-mirip maling kali ya? Soalnya saya dulu sering masuk masjid menggunakan celana agak ketat dan memakai jaket gaul (kayak artis band cangcuter. Saya baru tahu kalau dicurigai ketika sudah kenal dengan takmir dan pengurus masjidnya. Menurut mereka saya patut dicurigai karena masuk masjid tidak menggunakan sarung, celana yang rapi, baju kokoh, peci, dan atribut kealiman lainnya. Agak jengkel juga saya. Ketika Minggu pagi saya mengikuti kajian di Masjid, pulangnya saya ditarik uang parkir. Padahal yang lainnya tidak ditarik. Alasannya saya dikira numpang parkir kemudian jalan-jalan ke pasar kebetulan mesjidnya dekat pasar Usut punya usut, saya ditarik karena pakaian saya tidak mencerminkan ikut kajian Minggu pagi. Semuanya hanya gara-gara pakaian.

Banyak orang alim yang tidak sadar bahwa dirinya telah melakukan suatu kesalahan. Contoh yang paling mudah adalah di pesantren. Tempat berkumpulnya para kiyai dan ustadz. Cobalah sekali-kali Anda berkunjung kesana. Kalau beruntung, Anda akan melihat sistem hukuman yang menurut saya sangat sadis dan kejam. Ketika siswa tidak mampu menghafalkan pelajaran yang disuruh untuk dihafalkan, kadang dadanya akan memerah karena cubitan yang begitu keras. Kalau ketahuan tidak memakai kaos kaki siap-siap rotan atau potongan bambu akan mendarat disekujur tubuh. Kalau terlambat ke masjid atau masuk sekolah, kadang pukulan dan tendangan akan melayang ke semua anggota badan.

Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke sebuah pesantren. Kebetulan waktu itu jam istirahat sekolah. Di lapangan saya melihat puluhan siswa berbaris. Disitulah saya melihat para siswa dipukuli dengan keras hanya karena tidak pakai kaos kaki. Malangnya, kejadian itu disaksikan oleh puluhan ustadz yang mengajar disana. Disamping saya ada juga seoarang ustadz yang membisiki saya bahwa ia sebenarnya tidak setuju dengan sistem hukuman seperti itu. Namun, ia tidak berani bilang hanya karena status ustadz yang melaksanakan hukuman lebih senior. Ketika saya menanyakan kepada pimpinan pesantrennya, justru beliau malah setuju dengan hukuman itu, dengan alasan suatu saat pasti dirasakan manfaatnya. Katanya untuk membentuk kedisiplinan.

Saya tidak habis pikir, di pesantren itu banyak ustadz yang lulusan timur tengah, hafal Al-qur’an, paham ilmu-ilmu agama, tapi memberikan hukuman yang tidak manusiawi. Sayangnya, orang-orang seperti itulah yang sekarang dianggap sebagai orang alim yang harus dicontoh. Saya sendiri lebih setuju dengan hukuman yang bermanfaat bagi siswa itu sendiri. Misalnya hukumannya lari keliling lapangan, push-up, hafalan Al-Qur’an beberapa ayat, atau hafalan hadits. Meskipun sama-sama terpaksa tapi saya rasa hukuman seperti itu lebih baik dibanding kekerasan fisik yang akan membuat siswa trauma. Semoga saja banyak orang yang dianggap alim lebih menyadari perbuatannya. Tidak hanya hubungan dengan Tuhan, tapi juga hubungan dengan sesama manusia dan juga hubungan dengan alam.

Saya memang bukan orang alim. Tapi setidaknya saya sadar kalau saya bukan orang alim. Saya khawatir orang-orang yang merasa dirinya alim dan merasa semua perbuatan yang dilakukannya selama ini sudah benar justru terjebak dan tertipu dengan kealiman yang semu. Bagi saya, orang yang alim adalah orang yang bisa memaknai hidup. Mampu menjaga hubungan baik dengan Tuhan, manusia, dan alam secara seimbang. Kalau belum bisa, setidaknya ia sadar kalau dirinya belum bisa dan terus berusaha untuk memperbaiki. Segala sesuatu dihitung berdasarkan niatnya. Semoga kita semua tidak terjebak pada kealiman yang semu semata.

Dari berbagai sumber….

5 komentar:

Atin_yenzy mengatakan...

Trimakasih buat ilmunya..
Dari kajian ini tlah membantu saya untuk menemukan citra dalam pengetahuan.
Smg sang penulis menjadi orang yg Alim. dan terus berbagi kepada kami..
Semoga Rahmat Allah selalu menyertai kita Aamiin..

Unknown mengatakan...

Setuju sekalii.....

Unknown mengatakan...

Betul sekali... mamfaat tulisannya.terima kasih bnyak bisa nambah ilmu

Unknown mengatakan...

Izin share

Raisha mengatakan...

Betul sekali... Tulisannya sangat bermanfaat.